Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Tuesday, December 19, 2017

Menjaga Keseimbangan



Allah berfirman dalam surat Asy-Syura ayat 20: “ Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu kebahagiaan di akhirat”.

Rasulullah SAW berpesan : “Berapa banyak amal yang berupa amal dunia menjadi amal akhirat karena niat yang baik. Berapa banyak amal yang berupa amal akhirat menjadi amal dunia karena niat yang buruk” (Hadits di dalam Kitab Ta’lim).

Pribahasa mengajarkan “Tanam padi, rumput ikut. Tanam rumput, padi luput. Maknanya, kalau kita ingin mencari keuntungan akhirat, keuntungan dunia akan ikut tetapi kalau kita mencari keuntungan dunia saja, maka keuntungan akhirat tak akan dapat.
 

Di sini diperlukan sikap keseimbangan dalam gerak kehidupan kita. Sebagai manusia yang beriman kita tidak boleh lengah sedikitpun dalam perjuangan hidup ini. Walaupun rintangan selalu ada, pasti selalu ada jalan pula untuk mengatasinya. Kita yakin dunia ini akan menyertai kita kalau saja keyakinan kita kepada yang menciptakan dunia ini benar-benar tertanam di dalam hati kita yang mendalam.

Perilaku amal kita dalam hal apa saja; apakah yang berkaitan dengan amal ibadah atau amal dunia semuanya harus bermuara dan bermotivasi kepada nilai tauhid, iman. Nilai tauhid ini harus membungkus semua ekspresi kita sehingga Tuhan akan menilai apapun yang kita lakukan akan mendapat nilai plus dihadapan Tuhan. Nilai plus ini yang mampu menggerakkan kita untuk selalu bertindak benar, jujur, adil dan berakhlak mulia sehingga yang dapat menyenangkan semua orang.

Roda kehidupan boleh saja berputar setiap hari, tetapi keseimbangan perputaran itu harus selalu kita usahakan semaksimal mungkin. Keinginan kita untuk mendapat hal-hal yang bersifat duniawi boleh saja kita upayakan, tetapi keseimbangan menjaga nilai keakhiratannya jangan kita lupakan. Contohnya, bila kita mendapatkan rizki berupa uang maka jangan lupa kita berbagi uang. Bila kita dikarunia ilmu, jangan lupa mengamalkan ilmu itu atau mengajarkan ilmu itu kepada sesama.


Sumber gambar ilustrasi:
http://amhardinspire.com

Share:

Menolak Kezaliman



Mari kita perhatikan firman Allah SWT dalam surat Al-Nahl ayat 112:
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan dengan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.

Pesan dari firman Allah ini ialah bahwa suatu negeri akan aman tenteram, sejahtera lahir batin bila mensyukuri nikmat Allah. Tetapi sebaliknya bila tidak mensyukuri nikmat, maka Allah akan menimpakan berbagai bencana seperti kelaparan dan ketakutan.

Pada saat sekarang ini pun dapat kita saksikan bahwa bencana kelaparan dan ketakutan pada setiap negeri di seluruh dunia ini sedang merasakannya. Semua itu akibat kezaliman yang dilakukan oleh umat manusia. Bentuk kezaliman itu misalnya; kezaliman politik, ekonomi, sosial, moral dan hukum.

Kezaliman politik, kezaliman bisa dilakukan baik oleh partai atau inidivi bahkan oleh Negara yang kuat terhadap Negara yang lemah. Perbedaan ideologi politik menyebabkan timbulnya kezaliman. Kezaliman partai, partai itu tidak dapat memenuhi atau mengabaikan hak-hak anggotanya atau bahkan partai dikuasi oleh para elitnya sehingga tidak ada keadilan di tubuh partai itu sendiri. Seorang individu yang sangat kuat dan berkuasa bisa berbuat kezaliman kalau tidak kontrol dari individu atau sistem yang baik.

 
Kezaliman ekonomi. Kezaliman ini terjadi karena masih begitu berkuasanya sistem ekonomi liberal kapitalis. Hampir setiap negara dunia ketiga yang lemah sangat tergantung dengan negara-negara Barat dan AS yang kapitalis dan liberal itu. Mereka terjerat utang melalui kaki tangan kapitalis yaitu IMF. Selamanya negara-negara berkembang itu dibuat ketergantungan dan diciptakan agar Negara-negara itu bangkrut ekonominya walaupun konsep dasarnya menolong, memberi bantuan pinjaman, hibah dan sebagainya. Tetapi kenyataannya tidak satupun Negara di dunia ini yang ekonominya maju dan kuat akibat bantuan IMF. 

Kezaliman sosial. Kezaliman ini kita saksikan sekarang ini bagaimana hubungan-hubungan social kita sudah rusak. Kita disibukkan dengan urusan pribadi tanpa memikirkan saudara atau tetangga bahkan masyarakat. Sifat individualistic dan hedonistic begitu meluas. Demikian pula, pola dan gaya hidup konsumerisme merajelela dimana-mana. Sifat tenggang rasa, membantu sesama, gotong royong, dan nilai-nilai sosial lainnya hampir punah. 

Kezaliman moral. Bentuk kezaliman ini seperti merebaknya pornografi dan pornoaksi. Undang-undangnya pun diobok-obok dan ditolak oleh kaum liberal dengan dalih melanggar HAM. 

Kezaliman hukum. Bentuk kezaliman ini seperti para ahli hukum sudah tidak lagi menghormati hukum. Keadilan berdasarkan kuasa uang. Hukum diperjualbelikan. Hukum ditegakkan agar seolah-olah terjadi penegakkan hukum.

Bagaimana mengatasi semua bentuk kezaliman itu?
Mari kita tegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Selama umat masih medakwahkan amar ma’ruf nahi munkar, selama itu pula insya Allah bencana tidak akan turun. Dengan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, kita akan selamat dunia dan akhirat. 
 

Sumber gambar ilustrasi:
http://fissilmikaffah
Share:

Kembali Ke Jalan Allah



Allah berfirman dalam Surat An-Nur ayat 31 : “ Bertobatlah kamu sekalian, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung."  Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Raasulullah SAW bersabda: “Orang yang bertobat dari dosa seperti orang tidak berdosa dan jika Allah mencintai seorang hamba, niscaya dosa tidak melekat pada dirinya” (Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Hakim).
Selanjutnya membacakan ayat “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” (QS. Al-Baqarah: 222).
Ketika beliau ditanya , “wahai Rasulullah, apa pertanda orang yang bertobat? Rasulullah menjawab “menyesali kesalahan”.  Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiada sesuatupun yang dicintai Allah selain pemuda yang bertobat”.

Abu Said (Saad bin Malik bin Sinan) Al-Khudriy berkata : “Bersabda Nabi SAW: Dahulu pada masa umat terdahulu, terjadi pada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, kemudian ia ingin bertobat, maka ia mencari seorang alim (kiyai), dan ditunjukkannya pada seorang pendeta, maka ia bertanya: bahwa ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah ada jalan untuk bertobat ? Jawab pendeta: Tidak ada. Maka segera dibunuh pendeta itu, sehingga genap seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian mencari orang alim lainnya, dan ketika ditunjukkan maka ia menerangkan bahwa ia telah membunuh seratus orang, apakah ada jalan untuk bertobat ? Jawab si alim: Ya ada, dan siapkah yang dapat menghalanginya untuk bertobat ? Pergilah ke dusun itu karena di sana banyak orang-orang yang taat kepada Allah, maka berbuatlah sebagaimana perbuatan mereka, dan jangan pergi ke negerimu karena tempat penjahat. Maka pergilah orang itu. Tatkala di tengah jalan, mendadak ia mati. Bertengkarlah Malaikat rahmat dengan Malaikat azab. Malaikat rahmat berkata: ia telah berjalan untuk bertobat kepada Allah sepenuh hatinya. Malaikat azab berkata: ia belum pernah berbuat kebaikan samasekali. Maka datanglah satu Malaikat yang berwujud manusia dan dijadikannya sebagai juri (hakim) diantara mereka. Maka ia berkata: Ukur saja antara dua dusun yang ditinggalkan dan yang dituju, di mana ia lebih dekat masukkanlah ia kepada golongan orang sana. Maka diukurnya. Didapatkan lebih dekat kepada dusun baik, yang ditujunya, kira-kira sejengkal, maka dipegang ruhnya oleh Malaikat rahmat". (HR. Bukhari dan Muslim).

Uraian di atas begitu jelas dan terang bahwa tobat itu merupakah sarana yang paling ampuh untuk menuju ridho Allah. Dan Tobat itu harus kita jemput. Tobat bukan suatu pemberian begitu saja tanpa ada usaha yang nyata dari seorang manusia. Tobat merupakan suatu kesadaran jati diri manusia yang hendak kembali ke fitrahnya yang suci yang berisi nilai-nilai tauhid. Kembali ke jalan Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penerima Tobat. 

Sumber gambar ilustrasi:

http://perspektifislam.com

Share:

Monday, December 18, 2017

Keutamaan Senyum


Hadits Keutamaan Senyum:

“Senyum manismu dihadapan saudaramu adalah shadaqah” (HR. Tirmidzi)

Keutamaan sedekah luar biasa. Islam demikian indahnya, senyum saja sudah termasuk sedekah, apalagi memberikan sedekah uang tentu lebih baik lagi. Inilah salah satu bentuk kepedulian sosial dan budaya saling menyapa, menyayangi dalam Islam sangat dianjurkan. Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial seperti senyum kepada sesama. Tentu saja senyum penuh dengan ketulusan bukan senyum dengan rasa kebencian. Senyum tulus akan melahirkan kasih sayang yang sangat dahsyat guna meningkatkan keharmonisan hidup.


Sumber gambar ilustrasi:
http://lazisunnes.org 
Share:

Sunday, December 17, 2017

Bersandarlah Pada Allah, Jangan Pada Amal


“Sebagian dari tanda bahwa seorang itu bergantung pada kekuatan amal dan usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan atas rahmat dan karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan dan dosa."

Orang yang melakukan amal ibadah itu pasti punya pengharapan kepada Allah, meminta kepada Allah supaya hasil pengharapannya tercapai. Akan tetapi jangan sampai orang beramal itu bergantung pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu Allah. Sehingga apabila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau meninggalkan ibadah rutinnya, ia merasa putus asa dan berkurang pengharapannya kepada Allah.  Sehingga apabila berkurang pengharapan kepada rohmat Allah, maka amalnyapun akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal. 

Seharusnya dalam beramal itu semua dikehendaki dan dijalankan oleh Allah. Sedangkan diri kita hanya sebagai media berlakunya Qudrat Allah. Kalimat: Laa ilaha illAllah. Tidak ada Tuhan, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Allah. Tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan menolak melainkan Allah. Pada dasarnya syari’at menyuruh kita berusaha dan beramal. Sedang hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri pada amal dan usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Allah subhanahu wata’ala. Apabila kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seakan-akan merasa sudah cukup kuat dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufik, hidayat dan karunia Allah SWT.

Sumber gambar ilustrasi:
http://mirifica.net
Share:

Tuesday, December 12, 2017

Berani Bertindak


Syaja’ah adalah sikap berani melakukan suatu tindakan yang benar dan berani menghadapi tantangan dalam menegakkan prinsip-prinsip kebenaran. Syaja’ah termasuk salah satu akhlak yang mulia

Sifat dan sikap syaja’ah (berani) yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dapat kita lihat dalam perjuangan beliau menyampaikan risalah / wahyu dari Allah kepada masyarakat Arab Jahiliyah, seperti disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 39:
orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut Kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapapun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan”.

Sifat berani tidak boleh membabi buta. Berani harus didukung oleh akal dan takwa. Jika digambarkan sebuah anak panah, sifat berani ibarat ujungnya, ilmu dan akal merupakan batangnya dan takwa sebagai kendali yang mengarahkan jalannya anak panah.
Kalau sifat berani sudah melekat pada diri seseorang, maka akan muncul sifat berani itu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sifat berani beliau dalam aktifitas fisik, dakwah, tindakan, pikiran, dan mujahadah.

Keberanian fisik Rasulullah dapat kita telusuri ketika beliau ditantang oleh seorang ahli gulat. Orang itu siap masuk agama Islam bila dikalahkan oleh Nabi dalam bergulat. Nabi menyanggupinya atas dasar ilmu dan takwa bukan karena hawa nafsu agar disebut jawara. Dalam sekajap saja orang ahli gulat itu ditaklukkan oleh Nabi, dan benar saja sesuai janjinya orang itu kemudian masuk Islam.

Keberanian fisik ini juga pernah ditunjukkan oleh Rasulullah sebelum kenabiannya bahkan masih berusia belia yaitu umur 15 tahun. Beliau sudah mengikuti perang Fijar, peperangan yang melibatkan suku Quraisy melawan suku Qais. 

Keberanian dakwah. Keberanian ini juga kita lihat pada diri Nabi ketika menghadapi ancaman akan di bunuh para tokoh Quraisy agar menghentikan dakwah. Bahkan bujukan pun datang dari paman beliau yaitu Abu Thalib yang dengan kasih sayangnya mengharap kepada Nabi agar berhenti berdakwah. Namun beliau menjawab: “Demi Allah wahai pamanku, andaikat mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, maka aku tidak akan meninggalkannya sampai tampakkan kemenangan atau aku harus hancur binasa karena mempertahankan dakwah”.

Dengan lantang dan beraninya Nabi menjawab ajakan pamannya itu. Tetap saja beliau meneruskan perjuangan dakwahnya yang penuh heroik. Sampai akhirnya kemenangan dan kejayaan Islam datang dengan cemerlangnya. Kota Mekkah dan Madinah yang menjadi kota suci itupun menjadi benteng dan mercu suar tersebarnya Islam ke seantero jagad ini. Keberanian mujahadah. Berani berjuang dengan penuh kesungguhan menegakkan agama yang hak ini pula yang ditunjukkan oleh Nabi lewat berbagai peperang yang dipimpin langsung oleh Nabi sehingga Islam menjadi agama yang berwibawa di hadapan agama-agama lainnya dan dikagumi para tokoh dunia pada saat itu, juga tokoh-tokoh dunia yang lahir kemudian. 


Sifat dan sikap syajaah (berani) ini harus terus menerus digelorakan oleh para pemimpin umat agar umat Islam tidak lagi dianggap sebelah mata oleh pihak lain yang ingin mendeskriditkan Islam sebagai agama yang kolot, ketinggalan jaman dan bahkan saat ini dianggap sebagai agama yang mengajarkan kekerasan yang berujung pada julukan teroris. Stigma teroris kepada para mujahid yang dibuat oleh orang-orang kafir, musuh-musuh Islam, padahal mujahid itu mereka yang berjuang di jalan agama Allah yang hak, menolong sesama muslim di mana saja meraka berada, malah dianggap teroris. Inilah tujuan orang-orang Barat baik Eropa maupun AS yang sekarang ini tampak berhasil, sampai-sampai sebagian umat Islam terperangkap dengan konsep teroris versi mereka. 

Sumber gambar ilustrasi:

https://elawisan.files.wordpress.com/2014/06/wpid-risk-jumping.jpg
Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan